Selasa, 17 Juni 2014

" RI 1, The Untold Story " Part 2






Sepenggal Kisah "Pak Harto The Untold Stories”

Tulisan ini bukan milik saya tapi saya kumpulkan dari beberapa tulisan yang ada di Kaskus dan beberapa blog yang lain, aku hanya ingin berbagi bahwa Indonesia punya orang besar, pemimpin yang di hormati sekaligus juga di benci itulah Jendral Besar Soeharto, disitu ada kenangan manis, asin, pahit, bagi yang pernah bersinggungan dengan keluarga orang nomer satu di negeri ini
Sepenggal Kisah “Pak Harto The Untold Stories”

" RI 1, The Untold Story " Part 1

Soekarno, The Untold Stories


Kehidupan seorang presiden tidak melulu harus selalu tegang, serius dan sebagainya. Ada kalanya tingkah polah seorang Presiden pun mengundang decak kagum semua orang. Berikut ini adalah beberapa peristiwa yang mungkin akan mengundang decak kagum bagi kita semua. 
Penantian Seorang Presiden
Ada sebuah kejadian lucu yang pernah terjadi pada presiden kita, Soekarno. Saat itu, Bung Karno sedang menuju kediaman seorang dokter gigi yang terletak di Kotabaru, Yogyakarta. Saat itu, Bung Karno bersama dengan sopirnya Pak Arif, beserta ajudan Pramurahardjo dan dikawal Sudiyo.
Sesampainya Bung Karno di rumah dokter tersebut, Tiba-tiba Sudiyo minta izin pulang karena perutnya sakit. Akhirnya, Bung Karno pun meminta Pak Arif untuk mengantar Sudiyo ke istana dan membawa seorang pengawal pribadi yang sedang bertugas, sebagai penggantinya.
Namun ternyata ada kesalah pahaman, Bung Karno mengira bahwa pemeriksaan gigi akan berlangsung lama. Tapi sayangnya, sebelum pak Arif sampai ke rumah dokter, Bung Karno sudah pamit kepada tuan rumah. Akhirnya Bung Karno pun harus menunggu. Setelah agak lama menanti sang supir bersama Sudiyo, akhirnya Sudiyo pun datang. Bung Karno pun mendekati Sudiyo dan bertanya, “Kamu tadi sakit perut?” Dan Sudiyo pun menjawab, “Ya, Pak.” Kemudian, Bung Karno pun menambahi, “Lain kali, sebelum tugas, hendaknya kamu makan dulu.” Sambil malu-malu Sudiyo kembali menjawab, “Ya, Pak.”
 
Soekarno Terseret Mobil
Peristiwa pertama terjadi ketika Bung Karno terseret pintu mobil di serambi Istana Merdeka. Saat itu, mobil baru berhenti ketika seorang polisi pengawal Bung Karno berteriak keras, “Stop, stop!”, Tentu saja saat itu semua orang kaget melihat Bung Karno terseret mobil. Konon, kejadian tersebut terjadi karena mobil buru-buru dimajukan sopirnya. Sejak peristiwa tersebut, sopir Bung Karno selalu memilih untuk turun terlebih dahulu sebelum Bung Karno turun dan ia baru akan naik ketika Bung Karno sudah naik dan duduk manis di dalam mobil. 
Jariku Sayang, Jariku Malang
Tahukah Anda bahwa Bung Karno memiliki kebiasaan yang cukup aneh. Ceritanya begini, saat itu kepala Bung Karno pernah terbentur pinggiran atas pintu mobilnya. Sejak saat itu, pengawal Bung Karno selalu mengingatkan kepada Bung Karno dengan mengatakan “Awas pintu, Pak.”
Kejadian menggemaskan lainnya juga pernah terjadi ketika Bung Karno menjemput tamu besar kenegaraan di lapangan terbang Kemayoran Jakarta. Saat itu Bung Karno datang dengan mobil sedan terbuka. Ketika Sugandhi menutup pintu mobil dengan keras, maka jari tangan Bung Karno pun terjepit pintu mobil hingga luka berdarah. Bung Karno yang saat itu menahan rasa sakit hanya bisa tersenyum untuk menenangkan tamu tersebut. Selanjutnya, Bung Karno pun tertawa sambil melambaikan tangannya kepada rakyat yang juga ikut menjemput tamu tersebut.
Rokok Siapa Ini!
Sebuah peristiwa lucu pernah terjadi ketika Bung Karno sedang memeriksa pos penjagaan. Saat itu, Bung Karno menemukan sebuah puntung rokok. Bung Karno yang memang sangat mengutamakan kebersihan, tentu saja jengkel melihat orang yang asal buang putung rokok, maka Bung Karno pun segera mengumpulkan orang-orang yang bertugas saat itu. Setelah semua petugas berkumpul, Bung Karno pun segera bertanya,“Siapa di antara kamu yang suka merokok? Coba keluarkan, rokokmu merek apa?”
Namun, setelah semua petugas berkumpul dan mengeluarkan rokoknya, ternyata tak satu pun dari rokok tersebut sama dengan merk puntung rokok yang dipegang oleh Bung Karno. Kemudian Bung Karno pun segera membuang puntung rokok tersebut di asbak sambil berkata bahwa agar semua tempat di istana selalu bersih. Jangan dikotori dengan puntung rokok.
 
 
 
Letnan Soedarto dan Kandang Kuda
Seperti biasanya, Bung Karno selalu menyempatkan dirinya untuk memeriksa lingkungan istana dan sekitarnya. Tidak hanya area dalam istana, mushola dan taman, tapi kandang kuda pun juga tak luput dari perhatian Bung Karno. Sebuah peristiwa lucu pernah terjadi ketika Bung Karno sedang memeriksa kandang kuda. Pada waktu itu, Bung Karno melakukan pemeriksaan ditemani oleh pengawal pribadinya dan Kapten CPM Soedarto. Ketika melihat kondisi kandang kuda yang bersih, maka Kapten Soedarto pun terkagum-kagum sambil berkata, “Wah, kandang kuda ini lebih bagus dan lebih bersih dari rumahku.” Mendengar kata-kata itu, tentu saja Bung Karno segera mendekati Kapten Soedarto sambil berkata, “Kalau begitu, kamu tinggal saja di sini.” Tentu saja guyonan Bung Karno tadi membuat orang-orang yang berada di tempat itu tertawa terbahak-bahak. 
Sebuah Pesta yang Memalukan
Ada sebuah peristiwa lucu yang terjadi ketika ada sebuah perhelatan akbar di Istana negara. Saat itu seorang pejabat negara membisiki Bung Karno tentang sebuah sapu tangan bagus yang terselip di saku jas Pak Jusuf Muda. Tentu saja Bung Karno yang memang sangat tertarik dengan sapu tangan tersebut pun akhirnya mendekati Pak Jusuf Muda. Perlahan-lahan Bung Karno pun menarik sapu tangan tersebut. Tentu saja Pak Jusuf terperanjat melihat peristiwa itu. Ia berusaha mencegah tindakan sang Presiden, namun sayangnya semua itu sudah terlambat.
Ketika Bung Karno membuka sapu tangan tersebut, semua tamu yang ada di tempat itu tersenyum. Karena ternyata sapu tangan itu adalah sebuah celana dalam untuk boneka yang berukuran kecil, hehe.
Ketika Seorang Presiden Meminta Maaf
Sekuat-kuatnya seorang presiden, mereka masih manusia biasa yang bisa lupa juga bisa bisa berbuat salah. Hal tersebut pun pernah terjadi pada Bung Karno. Pada suatu hari, beliau pernah terlihat marah sekali. Kemudian, Bung Karno mengumpulkan delapan orang pengawal lalu ditempeleng satu per satu. “Saya mohon Bapak sabar dulu …,” kata Mangil, salah satu korban kemarahan. Namun, belum sampai habis bicara, Bung Karno sudah membentak Mangil, “Diam!” Anggota pengawal yang baru saja ditempeleng itu pun hanya bisa saling pandang satu sama lain dan mereka semua pun tertawa kecil.
Setelah kembali ke istana, Bung Karno pun segera memanggil Mangil. Tak lama kemudian, Mangil pun datang. Perlahan-lahan, Bung Karno pun berkata, “Mangil, kau mau tidak memaafkan Bapak? Bapak meminta maaf kepada anak buahmu. Ternyata Bapak berbuat salah kepada anak buahmu.”
“Tidak apa-apa, Pak,” Mangil pun menjawab perkataan pak presiden. Usut punya usut, ternyata diketahui bahwa Bung Karno telah menerima laporan yang salah dari orang lain mengenai salah satu anak buah Mangil.

Kamis, 12 Juni 2014

Adipati Karna , Ksatria yang Terbuang

 


   Pada perang hari kelimabelas, Drona terbunuh dan Karna menjadi senapati pasukan Kaurava.     
Pada hari ketujuhbelas, Karna akhirnya bertemu dengan Arjuna dalam pertempuran yang seru dan setanding. Karena telah kehilangan senjata pamungkas dan baju besinya, Karna hanya mengandalkan keahlian dan kesaktiannya sendiri. Dalam suatu kesempatan, Karna melakukan trik cerdik dengan keahliannya. Ia membuat Arjuna lumpuh sejenak dengan memanah dada Arjuna. Ketika Arjuna belum pulih dari pukulan pertama tadi, Karna melepaskan panah ke arah kepala Arjuna untuk membunuhnya. Khrisna menyelamatkan Arjuna dengan menekan kereta mereka sampai amblas ke tanah beberapa senti, sehingga panah Karna meleset dari kepala Arjuna. Banyak orang menganggap kejadian ini sebagai bukti superioritas Karna dari adiknya itu, paling tidak dari sisi keahlian dan kesaktian.
Saat pertempuran berlangsung, salah satu roda kereta Karna selip di tanah berlumpur. Ini diakibatkan oleh kutukan Brahmana yang telah disebutkan di atas. Shalya yang menjadi kusir kereta Karna tidak bisa membantu karena telah dilumpuhkan oleh Arjuna. Karna meminta Arjuna untuk menghentikan pertempuran untuk menunggunya mengeluarkan roda kereta dari tanah berlumpur tadi. Arjuna setuju. Tetapi Khrisna menyuruh Arjuna melanggar kode keprajuritan dan membunuh Karna yang sedang tidak berdaya. Roda kereta Karna tidak bisa digerakkan dan kutukan Parashurama membuatnya tidak bisa membela diri. Khrisna mengingatkan Arjuna kekejaman Karna ketika ikut mengeroyok Abhimanyu yang sampai mati bertarung tanpa kereta dan senjata.


Dengan penuh kemarahan dan kesedihan Arjuna melepaskan panah Anjalika ke arah Karna. Karna jatuh ke tanah dengan luka yang mematikan. Tetapi ujian untuknya belumlah berakhir. Khrisna menyamar sebagai seorang pertapa dan meminta sedekah kepadanya. Karna yang terluka parah tidak memiliki apa pun untuk diberikan, kemudian ia ingat masih memiliki satu gigi emas. Dengan penuh kesakitan Karna melepaskan gigi emasnya, membersihkannya kemudian memberikannya kepada Khrisna. Dengan demikian Karna menjadi satu-satunya manusia yang telah memberikan sedekah kepada Vishnu sendiri. Terharu dengan kemurahan hati Karna, Khrisna memberikan kesempatan kepada Karna untuk mengajukan satu permintaan kepadanya. Karna meminta agar jenasahnya diperabukan di tempat yang paling suci di dunia. Sebagai Vishnu, Khrisna kemudian memperabukan jenasah Karna ditelapak tangannya.

Setelah kematian Karna, Kunti memberitahu Pandava bahwa Karna adalah putranya dan saudara tertua mereka. Para Pandava kemudian berkabung untuk Karna. Yudhistira, terutama, begitu terpukul mengetahui ibunya merahasiakan kenyataan bahwa Karna adalah saudara tertua mereka yang seharusnya mereka hormati dan patuhi. Ia kemudian mengeluarkan sabda agar sejak saat itu semua perempuan tidak lagi bisa menyimpan rahasia apapun untuk diri mereka sendiri. Pada hari kedelapanbelas, Kaurava tertumpas. Perang Bharatayudha berakhir, dan Yudhistira menjadi raja Hastinapura.
Perbedaan dengan Arjuna
banyak persamaan antara Arjuna dan Karna. Keduanya adalah ahli memanah, dan saling bersaing untuk mendapatkan Draupadi. Keduanya juga mempunyai ikatan yang erat dengan kaurava, baik karena pertalian darah maupun karena persahabatan. Percakapan Karna dengan Khrisna sangat mirip dengan Bhagavad Gita yang terkenal itu, dalam mana Khrisna menjelaskan kepada Arjuna tentang kewajibannya sebagai seorang Khsatriya. Perbedaan mereka terletak pada keputusan yang diambil oleh masing-masing: Arjuna mengutamakan tugasnya sebagai seorang Khsatriya yang harus membela kebenaran apapun yang terjadi dan Karna mengutamakan persahabatanya dengan Duryodhana.


Beberapa Pendapat yang mendukung Superioritas Karna atas Arjuna
Banyak pendapat bahwa alasan Bhisma untuk tidak memperbolehkan Karna bertempur bersamanya ketika ia menjadi senapati adalah rasa cintanya kepada Pandava. Jika Bhisma dan Karna muncul bersamaan di medan perang, Pandava tidak akan mampu memenangkan Bharatayudha. Saat itu Bhisma berdalih bahwa karena Karna berasal dari kasta yang lebih rendah. Dalam suatu kejadian saat pertempuran Karna dan Arjuna, kereta Arjuna terpental ke belakang beberapa meter oleh panah Karna. Khrisna memuji kehebatan Karna karena hal ini. Arjuna, yang panahnya mementalkan kereta Karna berpuluh-puluh meter, heran atas pujian Khrisna ini dan meminta penjelasan kepadanya. Khrisna menjawab, “Arjuna, aku sendiri yang memiliki berat seluruh alam semesta duduk di kereta ini dan kereta ini juga dilindungi oleh Hanuman (kereta Arjuna memakai bendera Hanuman). Bila hanya engkau sendiri yang ada di kereta ini, kereta ini akan terlempar mengelilingi bumi.”